Ternyata 10 tahun yang lalu yang terhormat pejabat tinggi kita, Sekda DIY sudah blusukan ke kampung kita Lur.. Beliau memberikan harapan yang meyakinkan terhadap kondisi kampung kita terutama masalah air bersih dan infrastruktur desa. Setelah menanti 10 tahun pa yang terjadi dengan kampung kita ini ???? ini seperti sebuah dongeng sebelum tidur saja. Update per September 2013 kemarin, kita masih beli air tengki, jalan belum aspal, ya..sepertinya nggak jauh beda sama kondisi saat beliau blusukan 10 tahun yang lalu..iya apa iya Lur..
Berikut copy paste berita nya secara lengkap yg dimuat di Harian Online Suara Merdeka :
Jumat, 15 Agustus 2003 Jawa Tengah - Kedu & DIY
Line
Pejabat Trenyuh Melihat Kondisi Gunungkidul Bagian Selatan
SEJUMLAH pejabat instansi terkait di bawah koordinasi Sekretaris Daerah
(Sekda) DIY terkejut setelah melihat kenyataan kekeringan di kawasan
Gunungkidul bagian selatan. Pipa air yang disediakan selama ini sama
sekali tidak berfungsi, sehingga ada kesan menjadi monumen pipa.
Rasa kaget belum usai, sejumlah pejabat Pemprov DIY yang mengadakan
inspeksi mendadak di daerah kering itu dikejutkan dengan sejumlah SD
yang mewajibkan memakai buku pelajaran dari sebuah penerbit dengan harga
yang relatif mahal, Rp 90.000/buku.
Berbagai kebijakan yang
ditemukan di lapangan itu membuat sejumlah pejabat hanya bisa
geleng-geleng kepala. Sebab, berbagai penemuan yang menjadi beban
masyarakat itu sama sekali di luar kebijakan Pemprov DIY.
Sehubungan dengan hal itu, Sekda DIY Ir Bambang Susanto Priyohadi MPA
yang mengadakan kunjungan mendadak ke Desa Karangwuni, Kecamatan
Rongkop, Kabupaten Gunungkidul seolah tidak mampu berbicara karena
merasa kasihan dan trenyuh melihat kenyataan tersebut. Dia datang
bersama Kepala Dinas Pendidikan Ir Suhadi, Kasubdin Pengairan Ir Joko
Sasongko, dan pejabat eselon dari sejumlah instansi.
Bak
penampungan air yang dibangun warga pun tidak pernah terisi. Beberapa
bangunan bak penampungan air berdiri tegak bagai sebuah tugu peringatan
yang tak bermakna, karena sejak musim kemarau tiba sama sekali tak
berisi air. Telaga yang selama ini menjadi satu-satunya sumber kehidupan
juga kering tak berair.
Ketika rombongan berhenti di sebuah
SD, Kepala Dinas Pendidikan DIY Ir Suhadi menemukan berbagai
kejanggalan. Selain sekolah tersebut kekurangan sarana pendidikan,
rombongan juga menemukan adanya anjuran dari sebuah sekolah yang
mewajibkan menggunakan buku pelajaran dari sebuah penerbitan dengan
harga yang relatif mahal.
Berbagai persoalan itu semakin jelas
ketika rombongan singgah di Desa Karangwuni, Rongkop, Kabupaten
Gunungkidul (desa perbatasan antara Gunungkidul dan Pracimantoro,
Wonogiri).
Sampaikan Persoalan
Rombongan diterima
Kepala Desa Karangwuni Suwarno beserta staf dan tokoh masyarakat serta
beberapa warga. Di hadapan rombongan, Suwarno menyampaikan berbagai
persoalan yang selama ini dihadapi warga, antara lain menyangkut
kekurangan air bersih, pengaspalan jalan desa tembus Pracimantoro yang
tidak dilanjutkan, dan masalah pendidikan anak.
Di desa
tersebut terdapat dua SD, satu SLTP, dan satu SMU. Jarak antarsekolah
cukup jauh. Desa Karangwuni dihuni 545 keluarga dengan jumlah penduduk
lebih kurang 8.000 jiwa. Dari jumlah itu, warga yang tidak mampu adalah
235 orang.
Dengan perincian, siswa tidak mampu untuk tingkat SD
152 orang, SLTP 57 orang, dan SMU/SMK 21 orang. ''Kondisi siswa tidak
mampu, betul-betul memprihatinkan. Padahal, minat belajar anak-anak
tinggi,'' jelas Kades Suwarno.
Belum lagi masalah penurunan
hasil panen gaplek dan kesulitan masyarakat mendapatkan air bersih.
''Karena itu, kami memohon bapak-bapak dapat membantu menyelesaikan
persoalan yang sedang dihadapi warga. Kalau bisa, tolong kami dibuatkan
embung telaga (telaga permanen),'' pinta Suwarno.
Setelah
melihat berbagai permasalahan yang menimpa desa tersebut, Sekda
mengutarakan, Pemprov segera akan menyiapkan berbagai langkah strategis
untuk menanggulangi kekeringan di Gunungkidul, khususnya di Desa
Karangwuni.
Salah satu langkah yang akan dilakukan adalah
pengerukan telaga. Selain itu, Pemprov juga akan menggunakan listrik
untuk memfungsikan pompa air. Pompa itu nantinya akan beroperasi 24 jam.
''Untuk menyedot sumber air dari Gua Bribin, nantinya sudah tidak lagi
pakai mesin diesel. Namun sudah menggunakan listrik yang berkekuatan
tinggi,'' paparnya.
Program pengentasan rakyat dari kekeringan
di kawasan Gunungkidul itu nantinya akan bekerja sama dengan Pemerintah
Jerman. Sekarang ini sedang disurvei, dengan harapan pada 2004 sudah
beroperasi.(Sugiarto-81j)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar